Bicara
perempuan memang tak ada habisnya. Mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki
seolah tak pernah lepas oleh piranti untuk di ‘usili’.
Semuanya terasa menarik
dan indah jika bisa makin diperbaiki. Tak heran bila kemudian banyak muncul
salon kecantikan, krim pemutih, obat pelangsing, hingga suplemen peninggi badan
agar perempuan menjadi lebih menawan.
Betapa
perempuan memang ingin dilihat, dipandang, dan dianggap lebih baik dan makin
baik dari sebelumnya. Dengan dalih ingin percaya diri, semua dilakukan agar
terlihat menakjubkan. Melakukan perawatan tanpa konsultasi dokter, memakai krim
yang full merkuri hingga diet ekstrem tanpa ada yang mengawasi. Akibatnya,
semua menjadi sia-sia karena yang indah berubah jadi mengerikan.
Ketika
jaman saya kuliah dulu, saya pernah membaca sebuah novel klasik The Great
Gatsby yang menggambarkan bagaimana seorang karakter Daisy berusaha tampil
secantik mungkin dengan dandanan yang luar biasa. Demi mewujudkan itu semua,
Daisy harus menikah dengan orang kaya bangsawan agar bisa memenuhi kebutuhan
mewahnya. Ternyata, tujuan Daisy cuma satu, dia ingin dilihat dan diperhatikan.
Ungkapan dilihat tentu saja, menjadi obyek mata pria bahwa dia memang cantik.
Tapi,
apa yang dilakukan Daisy berbeda dengan para perempuan yang hidup di zaman
setelahnya. Dalam sejarah hari perempuan yang jatuh pada 8 Maret, sesungguhnya
diambil dari kisah perempuan biasa yang menoreh catatan sejarah. Yakni, sebuah
perjuangan berabad-abad lamanya untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat,
seperti halnya kaum laki-laki.
Ambil
saja salah satu contoh perjuangan para perempuan di Rusia. Oleh karena dua juta
tentara Rusia terbunuh dalam perang, perempuan Rusia lagi turun ke jalan pada
hari minggu terakhir di bulan Februari, menyerukan "Roti dan
Perdamaian". Para pemimpin politik menentang unjuk rasa ini, namun para
perempuan ini tetap bertahan.
Dan
sejarah mencatat, empat hari kemudian, Czar atau Tsar (raja) Rusia turun tahta
dan pemerintahan sementara mengakui hak perempuan untuk ikut serta dalam
pemilu. Hari bersejarah itu jatuh pada tanggal 23 Februari di kalender Julian
yang digunakan di Rusia atau tanggal 8 Maret menurut kalender Gregorian
(kalender Masehi yang digunakan secara umum di dunia). Dan sejak saat itulah
Hari Perempuan Sedunia diperingati pada hari yang sama oleh seluruh kaum
perempuan di seluruh dunia.
Para
perempuan ini tentu berbeda dengan Daisy dan karakter perempuan yang ‘hanya peduli
penampilan’ seperti yang saya tulis di atas. Para perempuan Rusia bukanlah
mereka yang ingin dilihat tapi mereka ingin didengar suaranya. Bahwa, mereka
juga punya hak untuk berpendapat dan menentukan pilihan.
Lalu,
bagaimana dengan muslimah? Tentu saja Islam sudah mengatur hak muslimah dengan
sangat baik. Muslimah bukan objek untuk dilihat dan dipajang, tapi punya peran
penting tak hanya dalam keluarga tapi juga lingkungannya. Karena itulah,
perempuan diperintah untuk berhijab agar mereka bisa beraktivitas diluar rumah
dengan aman dan nyaman.
Perempuan
muslim juga punya hak dan boleh untuk melakukan beragam kegiatan positif tak
hanya di dunianya tapi juga berkarir layaknya kaum pria. Karena itu, di hari
perempuan, muslimah tak harus ragu untuk melakukan sesuatu dengan dalih
menuntut hak. Sebab, Islam memang telah memberikan kesempatan sebagaimana
mestinya.
@aimeeharis