Friday 31 July 2020

Ditelanjangi

Seorang kawan baru saja merilis antalogi puisinya. Dia sangat bangga dengan karya itu. Apalagi buku itu di-launching bebarengan dengan hari ulang tahunnya yang ke sekian. 

Aku pun sebenarnya cemburu. Aku ingin seperti itu. Menghasilkan karya dan diakui banyak orang di hari bahagia. Puisinya dibaca, dikagumi dan dikritisi banyak orang.

Namun seketika rasa cemburu untuk sirnah. Setelah satu puisi yang panjang dibaca oleh seorang pembaca sajak kawakan yang juma mantan penyiar TV nasional. Puisi itu sangan panjang dan bercerita banyak hal. Aku pun ikut terhanyut baik-demi baitnya. Terasa merasuk di dada seolah ikut merasakan penderitaan, gelora hingga penyesalan penulisnya.

Entah tiba-tiba aku merasa itu seperti sebuah curahan hati. Aku merasa dia sedang berbagi cerita rumah tangganya, bersama bapaknya, suaminya, padaku. Aku menjadi ikut merasakan betapa kehidupannya tak seperti yang kukagumi sebelumnya.

Dia sama menderitanya seperti aku. Bait demi bait itu benar-benar mengiris hati. Aku ikut terluka. Aku merasa ikut ditelanjangi.

Seketika kuurungkan untuk membuat antologi seperti kawanku itu. Butuh keberanian untuk membuka kedok apalagi untuk sebuah karya yang akan abadi sepanjang masa. Sudah terlanjur dicetak dan dibaca semua orang.

Tidak.
  

Be Good

Kadang memang tak mengapa tidak sedang baik-baik saja. Tapi untuk percaya bahwa semua akan baik-baik saja, tentu tak mudah.

Sempat merasa dunia seakan runtuh dan ingin mengakhiri hidup. Tapi ada seseorang yang ternyata berharap padamu. Apa mungkin kamu masih tetap ingin mengakhiri hidup.

Percaya saja bahwa semua akan baik-baik saja. Kalaupun engkau gundah karena semuanya terlanjur berantarakan, percaya saja Allah pasti akan memberi jalan untuk menyelesaikannya.

Ingat saja, Tuhan tidak akan memberi beban di luar kemampuanmu. Kalaupun kamu merasa belum  bisa menyelesaikan persoalanmu, itu berarti kamu harus berusaha lebih keras lagi.

Apapun keputusanmu adalah yang terbaik untukmu. Jangan takut melangkah.


Wednesday 14 August 2019

Sang Perawan



Kopi hitam dengan cream kesayangan
Semua nikmat diseduh sore-sore bersama pak duda
Duda lapuk dengan setumpuk jubah putih nan lusuh
Hari ini dia yang menemani
Hari esok belum tentu dia di sini lagi

Bercerita duda dengan kisah mantan yang sudah berbau tanah
Duda pernah merana karena kurang memberi rupiah
Sang istri membanting pintu hingga duda mangkrak di ruang tengah
Makan makan tak ada bahkan secangkir kopi pun tak nampak

Senyum kecut duda karena selalu dianggap bersalah
Tak bisa membuat sang mantan bahagia
Selalu dianggap lemah hanya karena lupa
Dianggap nista tanpa lumbung emas

Namun duda selalu mencinta
Meski dikhianat dan dicampakkan beribu kali
Semerbak cinta selalu merekah.

Kopi segelas hanya kuseduh setengah
Kembali aku iri
Kapan punya seorang duda

@aimeeharis
14/8/2019

Sang Perawan

Mereka berbicara lantang
Tertawa terbahak
Bercerita tentang lelakinya yang kurang ajar
Berkisah tentang lelakinya yang ceroboh
Berkeluh kesah tentang lelakinya yang tak peduli 

Sekali lagi mereka terbahak
Walau dengan hati dongkol dan ingin membunuh lelakinya
Walau dengan perasaan marah hingga ingin meninggalkan lelakinya
Namun mereka tetap tertawa terbahak

Sementara aku hanya memandang dari pojok
Duduk termangu sambil sesekali tersenyum kecut
Aku iri pada mereka yang bisa tertawa
Yang bisa menjerit hingga berteriak ingin membunuh lelakinya

@aimeeharis
Surabaya, 14/8/2019

Wednesday 20 April 2016

Kartini Dulu Muslimah Kini


Sebelum hijab dengan ragam model dan style-nya ada, wanita muslim tetaplah seorang muslimah. Yang saya tahu, muslimah dulu adalah mereka yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai Islam walau hijab yang dikenakan masih sebatas kerudung untuk menutupi sebagian rambutnya. 

Muslimah dulu, masih tetap seorang wanita yang patuh pada suami, berusaha memberi nilai lebih dalam keluarga dengan melakukan kodratnya sebagai ibu dan istri.

Walau saat itu belum muncul gamis, abaya ataupun sebutan hijab syar’i seperti saat ini, muslimah dulu masih tetaplah wanita yang berusaha menahan malu untuk tidak berteriak ataupun tertawa terbahak-bahak di depan lawan jenisnya. Jika dilakukan, mereka menganggap hal itu adalah tabu.

Saya jadi ingat ketika melihat salah satu dokumentasi foto pribadi ibu saya. Di foto itu, ibu saya mengenakan kebaya dan jarit batik, ditambah kerudung putih yang menutupi sebagai rambutnya yang telah disanggul, ibu terlihat sangat cantik. Kata ibu, itu adalah penampilan terbaik yang pernah ia lakukan. Sebagai orang Jawa Timur, ibu saya sangat mencintai batik dan kebaya.

Saya tak menyangka, sosok ibu dalam foto yang terlihat lembut ternyata juga pekerja keras. Walau termasuk sosok tegas, ibu adalah wanita yang tak pernah punya keberanian untuk berbicara dengan nada tinggi apalagi melawan ayah. Baginya, istri yang baik adalah yang patuh pada suami. 

Ibu, bagi saya juga sosok wanita karir yang tak hanya membantu ayah dalam perekonomian keluarga tapi juga seorang single parent yang hebat sejak ayah menghembuskan nafas terakhirnya.

Itulah yang kemudian menginspirasi saya. Bahwa wanita dengan dalam balutan kebaya dan kerudung ‘separo’nya itu tetap bisa berperan dimana saja. Menjadi pilar dalam kesuksesan anak, hingga berkarir di luar rumah. Semua bisa dilakukan. Yang jelas, dimata saya, ibu dengan kebayanya tetaplah sosok muslimah hebat.

Kini, sosok muslimah mungkin disimbolkan lebih teridentas. Kesadaran beragama yang tinggi membuat mereka memilih berhijab untuk menutup seluruh aurat. Ketika jaman SMA saya dulu, berhijab menjadi hal paling sulit untuk beraktivitas. Kemanapun kita pergi, pasti dianggap perempuan berhijab termasuk golongan eksklusif bahkan teroris.

Syukurlah kemudian kondisi berubah. Muslimah dengan hijabnya tak hanya sekedar untuk menjalankan perintah Allah tapi juga gaya hidup yang disukai. Banyak muslimah berhijab yang sukses di berbagai bidang bahkan menjadi idola. Muslimah berhijab bisa melakukan apa saja bahkan menduduki top leader sekalipun.
Tentu fenomena ini menjadi kabar terindah bagi kita semua. 

Namun, ada sedikit hal yang mengkhawatirkan. Banyak muncul di layar kaca atau di media manapun, sangat mungkin menjadi peluang bagi orang lain untuk memanfaatkan muslimah. Terutama bagi mereka yang memang sedang menincar kesuksesan dan ketenaran.
Saya jadi ingat omongan Neno Warisman bahwa muslimah jangan sampai jadi komoditas. Jika muslimah yang masih dengan kebaya dan kerudung separonya masih sangat peka dengan budaya malu untuk tampil di depan publis apalagi lawan jenis, maka muslimah masa kini harus lebih bisa mawas diri. 

Kesadaran akan Islam membuat mereka harus paham bahwa muslimah tetap punya kodrat untuk berperan besar di ‘rumah’. Sebagai ibu dan istri. Jangan sampai terlalu terlena dengan kesuksesan karir di luar hingga lupa bahwa dia jadi komoditas.

Selamat Hari Kartini. 
21 April 2016

@aimeeharis

Friday 18 March 2016

Menjadi Lebih Colorful


Berganti kalender masehi bisa menjadi tanda ada sesuatu yang ingin anda ubah dalam hidup Anda. 

Mungkin tak hanya sebatas fisik, tapi juga aktivitas menjadi sedikit atau bahkan banyak yang berbeda dari tahun sebelumnya. 

Asal didahului dengan semangat yang positif, niat yang baik dan tujuan yang tak kalah hebatnya dari tahun sebelumnya, maka tak usah khawatir target yang diinginkan menjadi tercapai.

Sayangnya, semua itu kadang menjadi hanya sebuah teori. Hal ini juga akan menjadi benar-benar menjadi teori jika Anda tak bisa melihat potensi diri. 

Keinginan kuat, niat sudah ada, namun ternyata masih minder karena merasa tidak bisa. Itulah kendala yang banyak dialami siapa saja, bahkan bisa jadi saya pun demikian.

Menyingkirkan rasa tidak bisa dan mengubahnya menjadi bisa memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Semuanya perlu strategi, bahkan bila perlu, sikap nekat yang tak sedikit. Keberanian saja juga tak cukup. Harus ada pemetaan yang membuat Anda tak salah langkah.
Menyusun daftar keinginan, menulis jadwal kapan harus melangkah, hingga siapa saja yang bisa diajak curhat menjadi hal penting yang tak boleh dilupakan. Bagaimanapun, perempuan memang makhluk yang suka berbagi cerita. Mengatakan keluh kesah pada orang lain juga bisa jadi bagian untuk mencapai target. Paling tidak, anggap saja hal itu sebagai brain storming untuk melangkah pada tujuan.

Semakin banyak ‘curhat’ pada orang lain, akan membuat perempuan menjadi semakin mudah untuk melangkah. Sebab, Anda akan menjadi lebih kaya ilmu dari silaturahim tersebut. Jangan khawatir pula dengan perasaan tak punya potensi diri. Sebab, dari sebuah penelitian pun sudah teruji bahwa otak wanita lebih colorful daripada pria.

Ini berarti, Anda termasuk ciptaan Allah yang punya banyak ide dan kreativitas. Tinggal bagaimana mengolah warna-warni itu menjadi wujud nyata yang dibutuhkan banyak orang. Perempuan, wanita, ataupun muslimah menjadi sosok paling penting untuk mengubah dunia. Jika, pergantian kalender ini menjadi ‘sesuatu’ buat Anda, maka Anda bisa mengisinya dengan impian dan kenyataan yang lebih baik. 

@aimeeharis

Memilih Berhijab



Bagi seorang wanita, penampilan seperti menjadi sebuah identitas. Penampilan juga membawa kepercayaan diri dan kesuksesan mereka dalam berkarir, maupun bersosialisasi dengan lingkungannya.

Namun, bagi seorang muslimah, penampilan ternyata tak sekedar identitas dan kepercayaandiri belaka. Penampilan adalah sebuah syiar. Syiar bahwa Islam adalah agama yang bisa menghargai. Minimal, berawal dari menghargai diri sendiri.

Allah sudah menentukan dalam surat Al Nur ayah 31 bahwa seorang muslimah diwajibkan untuk menutup aurat. Berbusana tertutup dan mengenakan hijab. Kewajiban inilah sebagai awal syar kita untuk menghargai diri sendiri.

Bahwa segala keindahan yang ada pada wanita tak harus diumbar untuk sembarang orang. Tubuh yang indah tak harus dipamerkan pada mereka yang bukan muhrimnya. Bahwa kulit yang halus, tak harus kemudian dipertontonkan.

Sebaliknya, ‘perhiasan’ pada diri seorang wanita ini harus dilindungi. Agar tak terjadi kejahatan maksiat apalagi mengundang zina mata lantaran kita terlalu longgar terhadap aturan Allah.

Di mata saya, kewajiban berhijab bagi seornag muslimah tak sekedar kewajiban dari Allah, namun sebuah kasih sayang. Berhijab melindungi kita dari kejahatan dan marabahaya. Hijab juga membantu kita untuk membatasi perilaku buruk dan beralih pada usaha untuk bersikap positif.

Bila dulu hijab dianggap kuno dan membatasi kesuksesan, kini justru sebaliknya. Hijab adalah bagian dari penampilan yang membawa kesuksesan. Banyak yang telah membuktikan bahwa hijab justru membawa berkah luar biasa. Tak hanya pada diri muslimah sendiri namun juga lingkungan, bahkan perjalanan karir mereka.

Karena itu, beruntunglah jika anda kini sudah menjadi bagian dari wanita yang telah diberi hidayah untuk berhijab. Jangan pernah merasa rugi apalagi bersalah karena melakukan pilihan ini. Karena pilihan yang datangnya dari Allah tidak akan pernah sia-sia.

@aimeeharis

Perempuan (2)



Bicara perempuan memang tak ada habisnya. Mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki seolah tak pernah lepas oleh piranti untuk di ‘usili’. 

Semuanya terasa menarik dan indah jika bisa makin diperbaiki. Tak heran bila kemudian banyak muncul salon kecantikan, krim pemutih, obat pelangsing, hingga suplemen peninggi badan agar perempuan menjadi lebih menawan.

Betapa perempuan memang ingin dilihat, dipandang, dan dianggap lebih baik dan makin baik dari sebelumnya. Dengan dalih ingin percaya diri, semua dilakukan agar terlihat menakjubkan. Melakukan perawatan tanpa konsultasi dokter, memakai krim yang full merkuri hingga diet ekstrem tanpa ada yang mengawasi. Akibatnya, semua menjadi sia-sia karena yang indah berubah jadi mengerikan.

Ketika jaman saya kuliah dulu, saya pernah membaca sebuah novel klasik The Great Gatsby yang menggambarkan bagaimana seorang karakter Daisy berusaha tampil secantik mungkin dengan dandanan yang luar biasa. Demi mewujudkan itu semua, Daisy harus menikah dengan orang kaya bangsawan agar bisa memenuhi kebutuhan mewahnya. Ternyata, tujuan Daisy cuma satu, dia ingin dilihat dan diperhatikan. Ungkapan dilihat tentu saja, menjadi obyek mata pria bahwa dia memang cantik.

Tapi, apa yang dilakukan Daisy berbeda dengan para perempuan yang hidup di zaman setelahnya. Dalam sejarah hari perempuan yang jatuh pada 8 Maret, sesungguhnya diambil dari kisah perempuan biasa yang menoreh catatan sejarah. Yakni, sebuah perjuangan berabad-abad lamanya untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, seperti halnya kaum laki-laki.

Ambil saja salah satu contoh perjuangan para perempuan di Rusia. Oleh karena dua juta tentara Rusia terbunuh dalam perang, perempuan Rusia lagi turun ke jalan pada hari minggu terakhir di bulan Februari, menyerukan "Roti dan Perdamaian". Para pemimpin politik menentang unjuk rasa ini, namun para perempuan ini tetap bertahan.

Dan sejarah mencatat, empat hari kemudian, Czar atau Tsar (raja) Rusia turun tahta dan pemerintahan sementara mengakui hak perempuan untuk ikut serta dalam pemilu. Hari bersejarah itu jatuh pada tanggal 23 Februari di kalender Julian yang digunakan di Rusia atau tanggal 8 Maret menurut kalender Gregorian (kalender Masehi yang digunakan secara umum di dunia). Dan sejak saat itulah Hari Perempuan Sedunia diperingati pada hari yang sama oleh seluruh kaum perempuan di seluruh dunia.

Para perempuan ini tentu berbeda dengan Daisy dan karakter perempuan yang ‘hanya peduli penampilan’ seperti yang saya tulis di atas. Para perempuan Rusia bukanlah mereka yang ingin dilihat tapi mereka ingin didengar suaranya. Bahwa, mereka juga punya hak untuk berpendapat dan menentukan pilihan.

Lalu, bagaimana dengan muslimah? Tentu saja Islam sudah mengatur hak muslimah dengan sangat baik. Muslimah bukan objek untuk dilihat dan dipajang, tapi punya peran penting tak hanya dalam keluarga tapi juga lingkungannya. Karena itulah, perempuan diperintah untuk berhijab agar mereka bisa beraktivitas diluar rumah dengan aman dan nyaman.

Perempuan muslim juga punya hak dan boleh untuk melakukan beragam kegiatan positif tak hanya di dunianya tapi juga berkarir layaknya kaum pria. Karena itu, di hari perempuan, muslimah tak harus ragu untuk melakukan sesuatu dengan dalih menuntut hak. Sebab, Islam memang telah memberikan kesempatan sebagaimana mestinya.

@aimeeharis

Ketika Perjodohan dianggap Sensitif


Isu perjodohan menjadi sensitive jika hal itu didiskusikan dengan wanita (muslimah) dengan kondisi usia yang sudah melewati ‘batas’ normal. Dianggap melewati batas normal karena memang seharusnya wanita tersebut sudah melewati babak baru sebuah rumah tangga. Akan tetapi, karena ‘kondisi’ tertentu, mereka akhirnya masih melajang di saat teman-teman sebaya mereka sudah menimang anak.
Hal ini saya anggap sensitif karena memang wanita dengan usia dan kondisi demikian dianggap ‘istimewa’ oleh lingkungan kita. Kesibukan yang luar biasa menjadikan mereka kadang lupa bahwa mereka juga harus menikah. Sikap yang terlalu pemilih dengan krteria pasangan harus setinggi langit juga menjadikan mereka tak jua mendapatkan jodoh.

Belum lagi dengan sikap pasif dan merasa bahwa jodoh sudah ada yang ngatur tanpa perlu mencari juga menjadi pemahaman yang salah yang berakibat mereka tetap melajang hingga sekarang. Sikap ini tentu saja salah. Bagaimanapun, Allah memang telah menciptakan kita berpasang-pasangan, namun Allah juga menyuruh kita berikhtiar dalam segala hal, termasuk mencari jodoh.

Kembali lagi ke soal perjodohan. Banyak sekali di lingkungan saya yang beranggapan bahwa perjodohan atau dijodohkan menjadi isu yang kuno dan ketinggalan jaman. Bahkan sebagian dari mereka juga mengatakan bahwa perjodohan dianggap ‘memalukan’ bagi yang dijodohkan.

Memalukan yang dimaksud bukanlah berkonotasi negatif namun lebih pada sikap diri seseorang. Banyak dari kawan-kawan saya mengatakan bahwa mereka sangat menolak dengan perjodohan. Menurut mereka, kesannya kok ‘tidak laku’ alias tidak bisa mencari sendiri hingga harus orang lain yang mencarikan.

Belum lagi bayang-bayang bahwa perjodohan akan bisa berakibat seperti Siti Nurbaya yang terpaksa menikah dengan Datuk Maringgi. Tentu saja, Siti Nurbaya menjadi menderita sepanjang masa. Dari cerita ini pula, perjodohan menjadi terkesan tidak menyenangkan. Padahal, itu semua adalah salah.

Di edisi inilah, kami ingin menjawab segala isu negative yang terjadi tentang perjodohan itu. Bahwa perjodohan yang kami maksud bukanlah sebuah kawin paksa seperti Siti Nurbaya dan bahwa perjodohan tidaklah berujung pernikahan tanpa landasan cinta. Kami justru ingin meluruskan bahwa perjodohan justru lebih Islami dibanding kita harus berpacaran.

Perjodohan sesuai syariat bukanlah membuat seseorang terpaksa menerima pasangan daripada menjadi perawan tua, namun perjodohan yang syar’i adalah sebenarnya dari pasangan pilihan kita sendiri. Jikalaupun kemudian muncul orang lain (orang tua atau teman dll) yang mengenalkan, maka peran mereka hanya sebagai mediator untuk memuluskan sunnah Rasulullah ini.

@aimeeharis


Saturday 12 March 2016

Baper


Hari ini adalah weekend kedua bulan ini. No friends dan hanya terkapar di tempat tidur. Seminggu sakit, walau sudah ke dokter, penyakit malah tidak berkurang. Justru weekend menjadi puncaknya. Bila mau buruk sangka, rasanya nggak rela banget. 

Pas off kerja malah dihabiskan dengan lemes di di dalam kamar. Sendirian pula. My hubby ada tugas luar kota, jagoan kecilku yang sedang menuju ABG tak mau diam di Sabtu liburnya. Jadinya, dia jalan-jalan main di mall bersama ponakan yang sudah SMA.

Jika memang mau buruk sangka lagi, rasanya pingin protes. Kok Allah gak adil. Saya yang sudah bekerja keras dan pingin plesir dan refreshing, kok malah diberi sakit. Udah gitu gak ada yanng bisa mendukung keinginan saya.


Padahal, bukan karena saya sok mikirin kesenangan, tapi saya butuh refresh pikiran saya. Saya ingin melihat alam luas, hijau, birunya laut dan  segala ungkapan yang membahagiakan. Saya bosan terkungkung dengan dengan rutinitas kesibukan.

Hampir setiap hari, saya hanya berkutat dengan tugas rumah, kuliah, kantor dan ngajar. Semua saya coba untuk lakukan dengan ideal dan sampurna. Membuatnya semua menjadi prioritas nomer satu. Bahkan, membuat saya lupa untuk menyenangkan diri sendiri. I need my me time. Waktu yang membuat saya refresh dan tumbuh ide-ide baru.

Saya capek dan bosan hanya berkutat tugas yang menumpuk . event yang ribet, pekerjaan rumah tangga yang gak ada habisnya hingga program yang akhirnya tak bisa saya lakukan dengan sempurna. Saya butuh sesuatu yang baru. Melihat yang baru, membaca alam sekitar  lain yang bisa mengatasi kejenuhan saya.

Sungguh, rasanya semua seperti di ubun-ubun. Kejenuhan ini, kebosanan ini, keinginan yang tak tercapai ini, membuat saya tiba-tiba menyerah. Menyerah dan pasrah. Saya harus mengubur semua keinginan itu walau sebenarnya sangat sederhana.

Saya tahu, sejak kecil saya dididik untuk mandiri. Segala sesuatu harus saya lakukan dan atasi sendiri. Tapi, saya juga manusia yang tak bisa hidup tanpa orang lain. Saya juga bisa sedih, saya juga bisa menangis tatkala mengingat bahwa Ayah saya telah tiada. 

Ayah yang saya impikan akan bisa membantu kesulitan dan kesedihan yang sedang saya alami saat ini. Ayah yang saya impikan akan selalu membuat saya tenang karena kata-katanya. Tapi, ayah yang bisa menjaga saya ketika ada orang lain menyakiti hati saya.
 
Tapi Ya sudahlah. Saya memang harus berusaha mengubah mindset. Saya tak ingin terlalu terjebak dengan keterpurukan perasaan ini. Saya takut menjadi apatis dan kembali menyakiti diri saya sendiri. 

Di kondisi yang lemah ini, saya memilih untuk berbaik sangka, bahwa Allah pasti punya maksud lain atas hidup saya. Saya masih yakin, Allah masih cinta sama saya. 

Memang tak mudah untuk semua itu, tapi aku coba ikhlas, rela dengan semua. Yang jelas, aku hanya ingin sehat dan bahagia Ya Allah. Tolong bahagiakan aku. Hilangkan capek jiwa raga ini hingga membuat aku ‘sempurna’ kembali. 
Sambil menunggu ‘pujaan hatiku’ biarlah laptop ini menjadi teman untuk membunuh kesendirianku. Menuliskan segala keluh kesah ini benar-benar menjadi obat mujarab buat aku merasa lebih baik.

@aimeeharis